Sabtu, 17 Juli 2010

PACU JALUR KUANTAN SINGINGI

PENDAHULUAN

Festival Pacu Jalur salah satu tujuan Wisata Riau yang masuk agenda Kalender Wisata Nasional, bahkan dijual untuk pariwisata internasional dalam Visit Indoensia Year 2008 serta Visit Riau 2009.

Pacu Jalur adalah perlombaan tradisional Kabupaten Kuantan Sengingi. Nama "Pacu Jalur" merupakan sebutan dari sampan panjang dengan nama Jalur yang digunakan untuk berpacu atau berlomba. Untuk tahun ini sudah dimulai sejak Rabu (20/8) lalu dan bekahir pada Minggu 24 Agustus.

Satu Jalur terdiri 50-an orang, dan mereka mendayung semua, kecuali dua orang yaitu satu anak kecil diujung depan sampan yang terkadang berdiri dan menari-menari mengikut irama dayung dan satu lagi berdiri seperti Pawang. Dia berperan sebagai pemberi irama dayung, sang Pawang bukan orang sembarangan karena tugasnya tidak mudah dalam bersinergi dengan lajunya Jalur karena perlombaan Pacu Jalur ini sangat sarat dengan nilai Magis.

Mereka berpacu di Sungai Kuantan yang dikenal dengan nama Batang Kuantan. Lintasan pacu kurang lebih 2 km. Aba-aba start, dengan meriam bambu, dimulai apabila ujung depan semua jalur sudah benar-benar pada satu garis lurus, memang tidak mudah melihat arus sungai yang tidak tenang.

Nah setelah melewati garis finish, semua peserta Pacu Jalur berputar balik dan menjalankan jalurnya lebih pelan ketika melewati Tribun VIP. Untuk final tahun 2008 yang mengisi tribun VIP Pacu Jalur adalah Sukarmis, Bupati Kuantan Sengingi saat ini. Hadiah untuk para juaranya lomba Pacu Jalur ini biasanya adalah berupa sapi atau kerbau yang jumlahnya bisa 7 ekor per jalur.






A.Selayang Pandang mengenai pacu jalur


Pacu Jalur adalah sejenis lomba dayung tradisional khas daerah Kuantan Singingi (Kuansing) yang hingga sekarang masih ada dan berkembang di Propinsi Riau. Lomba dayung ini menggunakan perahu yang terbuat dari kayu gelondongan yang oleh masyarakat sekitar juga sering disebut jalur. Upacara adat khas daerah Kuansing ini diselenggarakan setiap satu tahun sekali untuk merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, tepatnya pada tanggal 23—26 Agustus. Panjang perahu/jalur yang digunakan dalam lomba ini berkisar antara 25—40 meter dengan jumlah atlet 40—60 orang tiap perahu. Biasanya, festival ini diikuti oleh ratusan perahu dan melibatkan beribu-ribu atlet dayung, serta dikunjungi oleh ratusan ribu penonton baik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Konon, kegiatan lomba dayung ini merupakan warisan budaya masyarakat Kuantan Singingi yang telah berlangsung sejak tahun 1900-an. Perahu atau jalur, dahulu, sering dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai sarana transportasi untuk mengangkut hasil bumi atau pun hasil hutan. Kebiasaan menggunakan perahu inilah yang mungkin merupakan cikal bakal kegiatan Pacu Jalur. Pada zaman penjajahan Belanda, Pacu Jalur juga dimanfaatkan oleh pemerintah Belanda untuk memeringati serta memeriahkan hari ulang tahun ratu mereka yang bernama Ratu Wilhelmina. Namun, semenjak Indonesia merdeka, Pacu Jalur berangsur-angsur dijadikan upacara khas untuk merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
Pada awalnya, kegiatan Pacu Jalur hanya diikuti oleh segelintir masyarakat di sekitar daerah Kuantan Singingi. Namun, dalam perkembangannya, kegiatan ini banyak mendapat perhatian dan simpati dari berbagai kawasan, terutama daerah-daerah kawasan Riau dan sekitarnya serta mancanegara. Oleh karena itu, saat ini festival Pacu Jalur tidak hanya milik masyarakat Kuantan Singingi saja, melainkan telah menjadi pesta rakyat milik masyarakat Riau dan kawasan sekitarnya. Festival yang bernuasa tradisional ini telah ditetapkan masuk ke dalam Kalender Pariwisata Nasional (Major Event).

B. Keistimewaan

Kegiatan Pacu Jalur merupakan pesta rakyat yang terbilang sangat meriah. Bagi para wisatawan yang berkunjung ke acara ini dapat menyaksikan kemeriahan festival yang merupakan hasil karya masyarakat Kuantan Singingi ini. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Pacu Jalur merupakan puncak dari seluruh kegiatan, segala upaya, dan segala keringat yang mereka keluarkan untuk mencari penghidupan selama setahun. Pendeknya, Pacu Jalur selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Masyarakat Kuantan Singingi dan sekitarnya tumpah ruah menyaksikan acara yang ditunggu-tunggu ini. Karena meriahnya acara ini, konon beredar cerita, bahwa sepasang suami istri harus rela bercerai jika salah satu pasangannya dilarang mendatangi acara tersebut.
Selain sebagai event olahraga yang banyak menyedot perhatian masyarakat, festival Pacu Jalur juga mempunyai daya tarik magis tersendiri. Festival Pacu Jalur dalam wujudnya memang merupakan hasil budaya dan karya seni khas yang merupakan perpaduan antara unsur olahraga, seni, dan olah batin. Namun, masyarakat sekitar sangat percaya bahwa yang banyak menentukan kemenangan dalam perlombaan ini adalah olah batin dari pawang perahu atau dukun perahu. Keyakinan magis ini dapat dilihat dari keseluruhan acara ini, yakni dari persiapan pemilihan kayu, pembuatan perahu, penarikan perahu, hingga acara perlombaan dimulai, yang selalu diiringi oleh ritual-ritual magis. Pacu Jalur dengan demikian merupakan adu/unjuk kekuatan spiritual antar-dukun jalur. Selain perlombaan, dalam pesta rakyat ini juga terdapat rangkaian tontonan lainnya, di antaranya Pekan Raya, Pertunjukan Sanggar Tari, pementasan lagu daerah, Randai Kuantan Singingi, dan pementasan kesenian tradisional lainnya dari kabupaten/kota di Riau.
Para wisatawan yang berkunjung ke festival ini juga dapat mengunjungi obyek-obyek wisata lainnya yang jaraknya tidak terlalu jauh dari lokasi penyelenggaraan acara ini, seperti Air Terjun Tujuh Tingkat Batang Koban di Desa Lubuk Ambacang, dan Desa Wisata Sentajo yang menyimpan warisan rumat adat tradisional zaman dahulu.


Pacu Jalur Gairahkan Kuansing

TANJUNG, JurnalRiau.Com - Pacu jalur yang ada di Kabupaten Kuantan Singingiini telah menjadi kalender wisata (event wisata) secara nasional, dan termasuk sebagai nomor dua terbanyak dalam jumlah massa (penonton) yang hadir tanpa diundang, dan saat ini sebagai budaya yang besar di tengah-tengah masyarakat.

Buktinya, hampir setiap desa yang ada di Kuantan Singingi ini memiliki jalur, dan sangat aneh rasanya bila seandainya dalam suatu desa tanpa ada jalur. Sebab masyarakat yang bersorak sorai di pinggir sungai Kuantan setiap kali ada event pacu jalur di gelar, tentu mendukung jalur desanya masing-masing. Tentu ini akan sangat berbeda jika seandainya tidak memiliki jalur di desanya, Ungkap Bupati Kuantan Singingi.H. Sukarmis pada Melayur Jalur Desa Tanjung Hulu Kuantan, Senin malam (8/3).

Selain itu, kata Sukarmis, masyarakat Kuantan Singingi ini harus bersatu dan kompak untuk mencapai tujuan, seperti yang diterapkan dalam kegiatan pacu jalur. Sebab tanpa bersatu dan kompak, maka tujuan yang diinginkan tidak akan tercapai.

"Tidak mungkin jalur akan mencapai juara, bila hanya mengandalkan pawang ataupun kelihaian anak pacu dan tukang onjai dengan tukang timbo air,"paparnya.

Sedangkan Camat Hulu Kuantan, Akhyan Armofis, S.Sos mengatakan jalur Bintang Emas Cahaya Intan yang dilayur pada malam ini merupakan generasi ketiga, sedangkan generasi pertama dulu telah mampu mengukir prestasi dan disegani oleh para lawan maupun kawan, serta dinilai licik atau kelihaian dalam pancang star.

Namun, sebut Armofis, setelah Melayur jalur Bintang Emas Cahaya Intan ini, masih ada tigat jalur lagi yang masih menunggu di Kecamatan Hulu Kuantan ini untuk di layur yaitu Jalur Pendekar Hulu Bukit Tabandang Desa Lubuk Ambacang, Jalur Desa Sungai Kelelawar dan Jalur Desa Sungai Alah.

Sementara laporan Panitia Pelaksana, Komperensi, SP yang juga anggota DPRD Daerah Pemilihan Kuantan Singingi III menyebutkan, jalur Bintang Emas Cahaya Intan ini telah mampu mengangkat dan mengharumkan nama Desa Tanjung dan Kecamatan Hulu Kuantan di event nasional Tepian Narosa Teluk Kuantan tahun-tahun silam.

Buktinya, berhasil meraih juara lima pada tahun 2003, Juara II tahun 2004, Juara 10 tahun 2005 dan juara tujuh tahun 2007 di event nasional Tepian Narosa Teluk Kuantan. Namun karena prestasinya telah menurun dari tahun ke tahun, maka dilakukan pembuatan jalur baru, yang diharapkan akan mampu mengukir prestasi di masa yang akan datang, ujar komperensi yang kelahiran Desa Tanjung. (ongah)

Jalur Bintang Emas Cahaya Intan ini terbuat dari sebatang kayu bernama Banio yang berasal dari Hutan Lindung Air Terjun Batang Koban, dengan panjang sekitar 35 meter yang ditukangi oleh Judin (salah satu tukang jalur ternama di Kuantan Singingi), dan telah menghabiskan dana sebesar Rp. 59 juta dan butuh dana untuk pembuatan pendayung, kostim serta pengecatan kurang lebih Rp. 15 juta lagi.

Sementara dana yang terkumpul melayur jalur Bintang Emas Cahaya Intan ini sebesar Rp. 52 juta lebih yang berasal dari Bupati, Wakil Bupati, Sekda, Ketua DPRD, Wakil Ketua DPRD, Anggota DPRD, Asistem, Kadis, Kaban, Kabag, Kabid, Camat, Sekcam dan donatur. (oga) .